Kesimpulannya kesampaian pula liburan ke Pangandaran. Agenda
liburan kesana yang harusnya minggu mula- mula bulan Juli wajib tertunda satu
minggu. Mula- mula sebab masih liburan sekolah anak di Indonesia. Yang ini buat
Pangandaran jadi penuh sesak. Kedua sebab aku terbaring sakit otot penggalan
dada. Maklum mayoritas maen tennis. Begitu kata dokter rehab medik. Paling
tidak hanya otot aja, bukan penggalan vital yang lain.
Berangkat pagi- pagi sekali dari Bandung. Sesungguhnya tidak
pagi pula sih. Telah jam separuh 7. Tetapi cukup pagi pula buat kanak- kanak
aku. Sebab sepanjang liburan di Indonesia- kedua anak aku sekolah di Qatar-
mereka senantiasa bangun siang.
Enggak banyak cerita seru sepanjang nyaris 7 jam ekspedisi
dengan mobil. Kecuali makan di restoran Mergo Sari di wilayah Ciamis. Nyaris
terdapat dekat 8 restoran dengan nama yang sama di sejauh jalan ini. Hebat pula
yang memiliki restoran ini, dapat memiliki banyak cabang. Ataupun hebatnya
dapat jadi sebab mengijinkan orang lain gunakan nama yang sama sementara itu
bukan cabang restorannya. Sayang aku enggak tanya ke pelayan restoran, mana
yang benar. Di restoran ini, makan siang orang berenam, 4 berusia 2 anak amat
murah. Sangat enggak, murah jika dibanding harga buat jumlah orang yang sama di
Qatar. Dengan menu sunda tetapi dengan dihidang ala restoran padang, sembari
lesehan pula biayanya enggak hingga 100 ribu rupiah. Terlebih ditambah suguhan
kolam ikan mas serta lele yang besarnya segede betis tukang becak.
Hingga di Pangandaran menjelang waktu Ashar. Sehabis check-
in di hotel yang hari itu banyak diinapi sama orang bule( aku percaya mereka
orang Belanda, sebab terdapat spanduk welkom- nya) kanak- kanak langsung pengen
ke tepi laut. Menyewa 2 kamar, satu buat kanak- kanak serta nenek mereka
satunya lagi buat aku serta istri. Lagi- lagi dari sisi harga, hotel yang amat
bersih ini terbilang lumayan murah. Maaf jika kali ini aku pula
membandingkannya dengan harga di Qatar, tempat aku sepanjang 5 tahun belum lama
berdomisili.
Di tepi laut enggak banyak orang yang lagi liburan. Cuma
terdapat 2 hingga 3 orang wisatawan. Selainnya wisatawan lokal. Ombaknya hari
itu pula enggak besar. Lumayan buat main basah- basahan. Wisata air memanglah
senantiasa jadi kesukaan kanak- kanak aku. Dimanapun lokasinya. Puas bermain di
tepi laut serta pasir, kami mendatangi cagar alam yang enggak jauh dari tepi
laut. Dipimpin oleh petugas formal di cagar alam itu, Mas Nuryanto, kami
mendatangi sebagian tempat yang menarik. Di sebagian gua kami diantar oleh Mas
Nuryanto yang humoris memandang batu- batu stalagtit serta stalagmit yang
berupa fauna serta barang menarik yang lain. Fauna semacam monyet, lutung,
rusa, mencek pula banyak nampak di tempat ini.
Letih berjalan nyaris satu jam di cagar alam, kami setelah
itu mencari restoran( seafood pastinya) buat makan malam. Sedikit jauh dari
kawasan utama, kami menciptakan restoran itu. Restoran 33R namanya, entah apa
singkatannya. Kami makan cumi krispi, ikan bumbu sungai asam, hiu bakar dengan
minuman juice. Sembari memandang lautan yang mulai hitam sebab telah menjelang
waktu maghrib, makananpun ludes dalam sekejap. Maklum hidangan timbul sehabis
menunggu dekat separuh jam. Hari mula- mula di Pangandaran ditutup dengan tidur
yang nyenyak sebab letih serta kenyang pula.
Hari kedua diawali dengan makan pagi pagi di hotel yang oke
memiliki. Menunya yang nasi goreng, telor ceplok serta sebagian menu buah
ditambah jajanan pasar semacam pisang goreng. Makan di dekat kolam renang
menaikkan fresh atmosfer pagi itu. Ditambah juice jambu serta jeruk membikin
kami siap melancong lagi di Pangandaran.
Tujuan mula- mula hari itu merupakan Green Canyon. Sehabis
dekat satu jam ekspedisi, kami hingga di tepian sungai dengan banyak perahu
kecil bersandar. Sebab tiket serta bayaran pemandu telah penggalan dari paket
wisata hari itu, hingga kami tinggal dipersilakan naik ke salah satu perahu
disitu. 2 orang pemandu lokal menyertai kami. Panorama alam di kanan- kiri
sungai amat indah sekali. Sesekali nampak biawak yang lagi sangai. Terdapat
satu yang cukup besar apalagi mirip seekor buaya.
Perahu kian lama berjalan ke arah hulu. Cuaca semacam kian
mendung sebab rimbunnya pepohonan. Tibalah kami di tempat semacam gua. Dari
batuan di atas kami air mengucur semacam air hujan. Di kanan kiri nampak batu
sungai mirip tebing. Atmosfer sejuk menyergap badan. Sebagian perahu telah
ditambat di tempat itu. Pemandu lokal kami menawarkan buat meneruskan ekspedisi
dengan berenang melewati air dibawah gua. Sebab masih terdapat tempat lain yang
hendak didatangi kami menolaknya. Sehabis difoto ria kami kembali ke tempat
parkir mobil. Pasti dengan perahu yang sama serta melewati jalan yang sama kala
kami berangkat.
Kami kembali ke mobil buat mengarah ke tempat wisata kedua.
Citumang. Jalur yang rusak serta kecil wajib dilalui oleh kami. Dekat satu jam
kami hingga ke parkiran mobil posisi wisata Citumang. Beruntung kami menyewa
guide yang menampilkan posisi itu. Jika enggak, dapat jadi cuma putar- putar
cari posisi sebab sedikitnya petunjuk arah. Ekspedisi diteruskan dengan
berjalan kaki. Kami melewati jalur kecil berbatu. Nampak seseorang petani
mengambil butiran kelapa dari sungai kecil sebelah jalur yang kami lewatkan.
Sebelumnya aku menyangka ia menciptakan kelapa itu di sungai. Sangkaan aku
salah. Nyatanya di sebelah hulu situ, terdapat lagi seseorang yang
menyemplungkan kelapa- kelapa itu sehabis dipetik dari tumbuhan. Sistem yang
cerdik. Daripada memanggul kelapa itu melalui darat, mereka mengalirkannya
melalui sungai kecil itu.
Berjalan kaki diteruskan hingga kami berjumpa gerbang.
Gerbang yang betuliskan posisi wisata Citumang. Waduh, cukup pula jauhnya.
Terlebih di rombongan aku terdapat anak bungsu aku yang masih 6 tahun serta
pula bunda mertua yang 6 puluh tahun. Nyatanya yang diartikan gerbang itu
memanglah hanya gerbang. Kami wajib kembali berjalan kaki ke posisi yang
sesungguhnya. Kali ini jalur yang ditempuh telah dipasangi konblok.
Kesimpulannya kami hingga ke posisi wisata Citumang yang
sesungguhnya. Suatu gua yang lumayan besar nampak di sebelah kanan sungai. Di
dasarnya mengalir air. Bagi pemandu lokal disana kedalaman gua yang berakhir
itu menggapai limapuluh m. Pemandu lokal mulai memasangkan pelampung di tubuh
kami. Anak aku yang bungsu mulai nampak takut. Berombongan kami setelah itu
berenang mengarah mulut gua itu. Terdapat seutas tali yang dapat kami pegang
hingga ke mulut gua. Bunda mertua serta anak aku yang bungsu sedikit kesusahan
sebab dalamnya air. Mereka memanglah belum terbiasa berenang. Pemandu lokal
apalagi wajib menggendong anak aku melewati batu- batu.
Sedikit kedalam gua terdapat suatu batu yang melekat ke
bilik gua. Aku berupaya menaiki batu itu dari sebelah kiri. Nyatanya enggak
sukses. Berenang sedikit ke sebelah kanan batu, aku sukses menaikinya. Pemandu
lokal sedikit" show- off" dengan menaiki bilik gua yang penuh dengan
pangkal tumbuhan. Ia setelah itu loncat ke dalam air dari ketinggian dekat 5 m.
Aku yang berdiri di batu itu setelah itu pula loncat ke dalam air. Tingginya
hanya 2 meteran tetapi cukup buat telinga sedikit sakit sehabis terjun ke dalam
air.
Kami tinggalkan gua itu sehabis kenyang difoto ria. Kami
lanjut berenang dengan menyusuri sungai. Tujuan akhir kami merupakan di tempat
parkir mobil. Sungai berkelok dengan kedalaman yang bermacam- macam serta
berbatu. Kami wajib mengkombinasi antara berenang serta berjalan kaki.
Penggalan sungai yang terjauh merupakan kala kami wajib berenang dekat 50
meteran. Kedalaman air disana menggapai 10 m. Air sungai yang dalam enggak
membikin alirannya kokoh. Kami semacam badan yang mengambang di atas sungai.
Pelan kami terus berenang. Sembari menikmati segarnya hawa serta menikmati
pepohonan di sekitarnya.
Pemandu lokal memberitahu kami jika sore banyak monyet yang
turun ke sungai. Waduh, aku setelah itu memesatkan renang biar kilat hingga
serta enggak kepergok monyet- monyet itu. Tibalah kami di posisi mirip
bendungan kecil. Menaiki tangga batu di sebelah sungai itu kami hingga di
saluran irigasi. Arus sungai kali ini lumayan deras. Kami berenang dengan
sistem terlentang. Tiap- tiap memegang kaki orang di belakangnya. Pemandu lokal
berjalan menarik kami dari depan barisan.
Belum hingga 50 m, seketika anak aku yang sulung
berteriak" Ular- ular" katanya. Nyatanya benar. Di sebelah kiri kami
terdapat seekor ular kecil. Bercorak kuning campur hijau, ular itu berenang
berupaya menaiki bilik sungai. Pemandu lokal mengusirnya dengan menciprati ular
dengan air serta pelampung yang enggak ia gunakan. Sesaat ular itu malah seolah
menghadang kami. Enggak bergeming. Pemandu lokal kesimpulannya sukses mengusir
ular itu. Kamipun selamat hingga di parkiran mobil.
Berbilas air serta ubah pakaian bersih, setelahnya kami
melanjutkan ekspedisi. Sehabis satu jam lebih berenang pasti dari perut telah
terdengar musik keroncong. Bisa jadi telah jadi musik seriosa. Saking laparnya.
Kesimpulannya perut kami kembali terisi oleh seafood, yang kali ini
beranggotakan ikan kue, ikan bakar serta cumi bumbu saus padang. Tubuh remuk
kecapekan tetapi hati puas.